Komunikasi– Tentunya sebagian dari anda sudah paham apa itu komunikasi. Pengertian komunikasi sendiri adalah suatu aktivitas penyampaian informasi, baik itu berupa ide, dan gagasan dari satu pihak ke pihak lainnya. Pada umumnya, aktivitas penyampaian komunikasi ini akan dilakukan secara verbal atau lisan sehingga dapat memudahkan kedua
Persamaan dan perbedaan gereja dengan institusi sosial lainnya. Gereja itu sendiri memiliki arti sebagai suatu perkumpulan orang yang adalah Tuhan Yesus, dan karena itu gereja juga disebut-untuk menyebutnya sebagai anggota tubuh Kristus. Karenanya, Gereja bukanlah sekadar sebuah bangunan melainkan merujuk pada penemanan yang setia. Sementara itu, lembaga sosial adalah lembaga yang mengatur tata cara atau prosedur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dan bertujuan untuk menciptakan keteraturan dalam masyarakat untuk kondisi yang lebih baik atau suasana kehidupan. Aturan atau prosedur yang harus diikuti oleh anggota Dewan itu sendiri pada dasarnya ditujukan untuk mencapai tujuan yang sama juga. Beberapa contoh lembaga sosial adalah keluarga, sekolah, dan berbagai organisasi dalam masyarakat seperti PKK dan Coral taruna. Sampai saat ini masih banyak orang yang berasumsi bahwa setelah tujuan reformasi gereja tercapai maka Gereja adalah sama dengan lembaga sosial. Meskipun gereja juga memiliki fungsi sosial tetapi gereja sebenarnya bukan lembaga sosial. Untuk mempelajari dan memahami lebih lanjut tentang perbedaan antara gereja dan lembaga sosial, di sini saya berbagi beberapa perbedaan yang dapat Anda baca dan pelajari. 1. Gereja adalah rohani Tidak seperti lembaga sosial sekuler, Gereja lebih spiritual. Sifat spiritual di sini berarti bahwa gereja selalu berusaha untuk mencukupi kebutuhan spiritual rakyat. Kebutuhan ini akan dibuat dengan berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh para administrator gereja seperti berdoa bersama, menyembah, retret, meditasi, outbound, dan berbagai kegiatan lainnya. Hal ini secara tidak langsung akan membantu iman orang berkembang dengan kondisi psikis atau mental yang lebih baik. Mungkin agak sulit untuk memahami apa kebutuhan spiritual adalah, jadi mari saya menjelaskannya sedikit lebih. Setiap orang akan memiliki dua jenis kebutuhan, yang merupakan kebutuhan duniawi dari ikatan mereka dengan hasrat daging dan kebutuhan rohani yang berkaitan erat dengan hasrat Roh. Jika Anda melewatkan suasana damai, merasakan kasih baik tetangga Anda dan Allah saja, itu adalah kebutuhan rohani Anda. Dan kebutuhan ini adalah apa yang gereja berusaha untuk memenuhi. Ukuran pertumbuhan rohani yang dapat Anda lihat dan rasakan bagi diri Anda sendiri. Ketika Anda telah menerapkan lebih dan lebih, Firman Allah yang muncul dalam Alkitab berarti bahwa iman Anda telah mulai tumbuh. Hilangnya kecemasan, keraguan, rasa takut, dan selalu menyertakan Tuhan dalam semua perjalanan kehidupan Anda juga dapat menjadi salah satu tanda dari pertumbuhan iman Anda. Sebagai seorang pria yang hidup di era yang sudah maju, pemenuhan kebutuhan rohani akan sangat diperlukan. Karena, hanya dengan menjadi kaya tidak menjamin kepuasan batin atau kebahagiaan diri sendiri. 2. gereja tidak memaksa Gereja dan lembaga sosial perbedaan berikutnya adalah bahwa gereja tidak memaksa. Dalam lembaga sosial, ada banyak aturan yang bertujuan untuk mengatur kehidupan manusia untuk lebih baik dan memaksa alam. Hanya mengambil contoh dari aturan di sekolah. Secara tidak langsung, Anda akan dipaksa untuk mengikuti aturan dalam rangka untuk menjaga ketertiban di sekolah. Hal ini ditemukan untuk menjadi berbeda dengan gereja. Gereja mengajarkan kita untuk mengikuti dan mematuhi perintah Allah dan semua hukumnya, terutama hukum kasih. Karena kasih Allah yang besar dalam manusia, manusia memiliki kehendak bebas yang membuat orang istimewa dan berbeda dari makhluk lain dari Allah. Dengan kehendak bebas ini, manusia dapat memilih untuk melakukan segala sesuatu, termasuk apakah mereka ingin mengkompensasi Allah dan mengikuti semua ajaran-ajarannya atau tidak. Gereja di sini tidak pernah memaksa dan tugas gereja hanya untuk membantu meningkatkan kesadaran orang untuk tetap bersyukur atas semua belas kasihan yang telah diterima dari Tuhan Allah sendiri. Dan itu terkait erat dengan prinsip pengajaran sosial gereja sebagai fundamental bagi pikiran bahwa kita harus mengasihi dan saling membantu tanpa pamrih. 3. tidak memenuhi kebutuhan hidup Karena pengakuan pluralisme Kekristenan oleh gereja, hal ini membuat gereja lebih terbuka terhadap keadaan di sekitarnya. Meskipun gereja juga peduli tentang keadaan masyarakat dan masyarakat sekitar dengan membuat berbagai sumbangan dan bantuan kemanusiaan lainnya, tetapi tujuan utama dari Gereja adalah untuk tidak memenuhi kebutuhan fisik kehidupan. Insitution sosial masih terbagi menjadi beberapa lembaga yang memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Misalnya ada lembaga pendidikan, politik, agama, dan sebagainya. Keberadaan semua lembaga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia di berbagai bidang atau sisi hidupnya. 4. sanksi hukum Sanksi hukum juga telah menjadi perbedaan antara gereja dan lembaga sosial berikutnya. Dalam gereja, hukum yang diajarkan adalah hukum Allah yang bertujuan untuk membuat kehidupan manusia lebih baik dan lebih untuk membawa orang lebih dekat kepada Allah dan bersama-sama dengan Allah di masa depan. Seperti yang kita lihat dan rasakan, ketika kita menentang hukum, kita adalah sama dengan melakukan dosa. Dan, sanksi dosa atau umumnya dikenal sebagai konsekuensi dari dosa menurut Alkitab akan kita rasakan setelah kematian. Hal ini tentu saja berbeda dari lembaga sosial. Di lembaga sosial, semua aturan dilanggar akan mendapatkan sanksi hukum secara langsung. Ambil contoh ketika Anda berada di sekolah dan Anda terlambat untuk memasuki kelas atau lupa untuk mengumpulkan tugas. Anda akan mendapatkan poin pelanggaran langsung sebagai hukuman atas perbuatan Anda. Karena ada kesaksian hukum yang jelas yang dapat langsung dirasakan oleh pelanggan, banyak orang akan mencoba mematuhi aturan. 5. bersifat universal Selain lembaga sosial setempat, Gereja memiliki sifat Universal. Ini karena gereja di seluruh dunia menjunjung nilai yang sama dengan nilai yang berasal dari Tuhan Allah melalui Yesus Kristus yang tercantum dalam Alkitab. Universal juga memiliki arti bahwa gereja terbuka untuk semua orang dari berbagai kalangan, dan itu pasti akan berbeda ketika kita ingin membandingkan dengan institusi sosial. Di lembaga sosial, ambil contoh sebagai sekolah, kita dapat melihat bahwa nilai-nilaan pembelajaran yang diadakan di sekolah dari satu negara ke yang lain tentu akan berbeda. Sebagai contoh, di Indonesia, sistem pembelajaran kami akan berusaha untuk membentuk kita sebagai orang yang lebih disiplin dan terampil dalam melakukan tugas yang diberikan. Adapun negara bagian Findlandia, proses pembelajaran akan mencoba untuk disesuaikan dan dimaksimalkan sebaik mungkin agar para siswa tidak perlu membawa PR dan memiliki lebih banyak waktu bersama dengan keluarga mereka. Di tingkat sekolah dasar, mulai dari TK-SMA juga akan dibatasi oleh aturan usia. Jadi, jika Anda melewati batas usia tertentu maka Anda tidak bisa mendapatkan pendidikan pada tingkat tertentu dari pelatihan. Tentunya ini akan berbeda, bukan? Gereja akan menerima siapapun Anda latar belakang Anda. 6. . Bentuk peraturan Perbedaan dalam gereja dan institusi sosial dapat dilihat dari bentuk regulasi atau norma yang mencoba untuk diterapkan. Intinya, norma yang ingin diterapkan Gereja adalah fundamental dan mendasar tetapi dalam prakteknya dalam kehidupan sehari-hari, sulit untuk dilakukan juga. Ambil contoh, kita dilarang untuk berbohong tetapi dalam prakteknya kita sangat sering berbohong. Hal ini berbeda dengan bentuk regulasi yang ditetapkan di institusi sosial. Mungkin ada beberapa aturan seperti, Anda berkewajiban untuk tiba tepat waktu, menggunakan atribut lengkap, dan sebagainya yang sebenarnya cukup rumit untuk dilakukan terutama bagi mereka yang baru saja bergabung ke dalam lembaga sosial tertentu. Namun, dalam prakteknya meskipun kita sering melanggar beberapa aturan di lembaga sosial kita masih akan berusaha untuk tidak melanggar aturan yang ada. Dan pada kenyataannya, jumlah pelanggaran yang kita lakukan jauh lebih rendah daripada jumlah kepatuhan kita terhadap peraturan yang berlaku. Meskipun tidak dapat disbantahkan bahwa gereja juga memiliki fungsi yang bisa dibilang sama dengan lembaga sosial, tetapi masih keduanya adalah hal yang berbeda. Kegiatan Gereja seperti memberikan donasi kepada rakyat dan ikut serta dalam donasi kepada masyarakat bencana alam adalah beberapa contoh peran Gereja sebagai lembaga sosial. Beberapa hal yang sama antara gereja dan lembaga sosial seperti struktur keanggotaan, terbuka untuk masyarakat, memiliki visi dan misi, dan memiliki anggaran. Jadi itu beberapa gereja yang berbeda dan lembaga sosial yang saya dapat berbagi dengan Anda. Mudah-mudahan dengan informasi kecil ini yang dapat saya berikan kepada Anda, Anda dapat lebih memahami perbedaan dari gereja dengan institusi sosial dan juga dapat membantu untuk menambah wawasan Anda ke dalam gereja dan segala sesuatu yang berkaitan dengan hal itu. Terima kasih telah meluangkan waktu Anda untuk membaca artikel kami, mudah-mudahan artikel yang kami sajikan dapat membantu Anda mengembangkan iman Anda. Tuhan Yesus memberkati.
KataGereja dalam bahasa Portugis: igreja dan bahasa Yunani: εκκλησία (ekklêsia) yang berarti suatu perkumpulan atau lembaga dari agama Kristiani. Banyak orang yang memandang gereja sebagai gedung atau tempat. Ini bukanlah pengertian Alkitab mengenai gereja. Ekklesia “ek” yaitu keluar dan “kaleo” yang artinya memanggil.
Ketika Carol Witt Christensen dipanggil untuk melayani sebagai direktur urusan kemasyarakatan untuk Pasak Topeka Kansas, dia merasa “takut dan tidak mampu” mengenai harus berinteraksi dengan reporter dan editor berita mewakili para pemimpin pasak. “Gagasan membuat kontak pertama dengan orang-orang baru agak menakutkan,” kenangnya. Dan meskipun dia mengambil jurusan bahasa Inggris di perguruan tinggi, dia mengatakan bahwa dia “tidak tahu apa pun tentang menulis berita.” Terlepas dari keraguan dirinya, Sister Christensen memutuskan untuk bersandar pada kesaksiannya, keakrabannya dengan masyarakatnya, dan kepercayaannya bahwa pemanggilannya berasal dari para pemimpin imamat yang terilhami. Dia menuturkan dia mulai dengan pelatihan dari Departemen Urusan Kemasyarakatan dan mulai “mempelajari kewajiban[nya], dan bertindak pada jabatan yang di dalamnya [dia] ditetapkan dengan segenap ketekunan” A&P 10799. Dia mulai membaca bagian keagamaan setiap minggu dari surat kabar lokalnya untuk memutuskan apa yang dianggap layak diberitakan. Dia menelepon penulis keagamaan untuk mencari tahu mengenai tenggatnya sebelum mengirimkan berita pertamanya. “Saya memerhatikan jenis pokok-pokok berita kecil yang dicetak dan mulai menaruh perhatian khusus pada gereja untuk kegiatan, orang-orang yang menarik, dan pencapaian-pencapaian yang tampaknya pantas untuk diberitakan dalam surat kabar kami,” dia mengenang. Seiring berjalannya waktu, Sister Christensen belajar bahwa hubungan media adalah jauh lebih dari sekadar menyarankan gagasan kisah. Itu juga mengenai mengetahui media dan membantu reporter melakukan pekerjaan mereka sementara pada saat yang sama membantu mereka memahami Gereja. Setelah serangkaian keberhasilan, termasuk sebuah artikel mengenai program seminari pasaknya yang muncul dalam surat kabar lokal, dia menuturkan dia memperoleh keyakinan dan “merasakan hasrat yang membara untuk menampilkan Gereja dari keadaan tak dikenal’” lihat A&P 130. Sekarang, bertahun-tahun kemudian, Sister Christensen masih melayani sebagai direktur urusan kemasyarakatan pasaknya dan mengatakan “api itu masih terus membara.” “Kebanyakan dari apa yang kita upayakan untuk lakukan dalam urusan kemasyarakatan,” dia menjelaskan, “memperlihatkan bahwa kita mengasihi, memercayai, dan menyembah Yesus Kristus; berteman, bekerja dengan, dan melayani brother dan sister kita dalam masyarakat; serta membantu orang memiliki opini yang baik terhadap Injil yang dipulihkan dan Gereja.” Para pemimpin imamat di seluruh dunia membimbing dan mendorong spesialis urusan kemasyarakatan serta dewan-dewan sewaktu mereka bekerja erat dengan mereka di area-area mereka untuk memberi manfaat kepada masyarakat mereka, memperbaiki kesalahpahaman, dan memperlihatkan bahwa para anggota Gereja mengikuti Yesus Kristus. Meskipun upaya penting Sister Christensen berfokus pada hubungan media, ada banyak cara dewan-dewan urusan kemasyarakatan Gereja mengikuti arahan imamat yang terilhami sementara juga membantu membangun masyarakat mereka serta kerajaan Allah. Hubungan Masyarakat dan Pemerintah Hanya 65 mil 105 km dari Topeka, di Pasak Lenaxa Kansas, Presiden Bruce F. Priday, presiden pasak, dan Sister Carol Deshler, direktur urusan kemasyarakatan pasak, bekerja bersama untuk membangun hubungan yang positif dengan anggota masyarakat mereka yang berpengaruh. Mereka ingin membantu masyarakat mengenal Orang-Orang Suci Zaman Akhir sebagai “tetangga yang baik, pengaruh yang positif dalam masyarakat, serta pengikut Yesus Kristus,” ujar Presiden Priday. Sister Deshler, yang bekerja dengan presidensi pasak dan para anggota lain dalam dewan urusan kemasyarakatan pasak, mencari kesempatan untuk bermitra dengan kelompok dan organisasi masyarakat yang berbasiskan iman untuk melayani dengan lebih baik warga di area mereka. “Hampir semua keberhasilan kami bekerja dengan kelompok-kelompok masyarakat sebagai hasil dari hubungan pribadi,” ungkap Sister Deshler. Sebagai contoh, seorang anggota dari gereja lain dan anggota di pasaknya makan siang bersama dan membahas cara-cara dua kelompok tersebut dapat datang bersama untuk melakukan hal yang positif bagi masyarakat. Percakapan itu menuntun pada enam orang—tiga dari setiap gereja—yang membentuk komite “Lebih Baik Bersama” untuk bercurah pendapat bagi kemitraan. Kemitraan itu menuntun pada konser amal di tahun 2010 dimana paduan suara dari sejumlah gereja berperan serta. Tiket masuknya adalah menyumbangkan satu tas bahan pangan, yang berguna untuk pantri makanan. Sekitar 700 orang dari kalangan masyarakat menghadiri acara itu, yang diadakan di pusat pasak yang baru rampung. Sebuah resepsi diorganisasi agar masyarakat dan pemimpin agama dapat berbaur sebelum konser. Seusai konser, empat gereja lagi, dua anggota dari dewan kota, dan kepala polisi diminta untuk mewakili komite Lebih Baik Bersama, yang saat ini bertemu setiap bulan. Konser diulangi lagi tahun 2011, waktu itu bersama gereja lain memandu, total tujuh gereja berperan serta, dan kira-kira anggota masyarakat hadir. “Perasaan niat baik dan persatuan sebagai para pengikut Yesus Kristus datang melalui sebuah cara yang signifikan di antara gereja-gereja,” Sister Deshler bertutur. Perasaan itu menjadi bukti belakangan ketika Presiden Priday berada di sebuah bandara lebih dari mil km dari rumah. Seorang wanita yang tidak pernah bertemu menghampirinya dan mengatakan dia mengenal Presiden Priday dari konser amal Lebih Baik Bersama, dimana dia telah berperan serta dan mendapatinya luar biasa. Wanita itu mengatakan kepadanya, “Saya tidak pernah merasakan perasaan kasih seperti ini bagi orang lain dalam masyarakat kami seperti yang saya miliki melalui acara ini. Terima kasih untuk mensponsori bersama konser ini. Saya anggota dari jemaat lain, namun kami memiliki rasa hormat yang lebih dalam dan kekaguman bagi Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir.” “Itulah,” tutur Presiden Priday, “inti dari urusan kemasyarakatan. Sewaktu kita telah memperlebar lingkaran kita dan meluaskan visi kita, kita mengembangkan banyak teman istimewa di seluruh masyarakat. Kita memiliki rasa hormat bersama bagi setiap kepercayaan orang lain dan kasih yang tulus bagi satu sama lain.” Memupuk kerja sama dan rasa hormat semacam itu dari pemimpin masyarakat juga telah terbukti efektif di Eropa Timur. Katia Serdyuk, direktur hubungan media untuk dewan urusan kemasyarakatan Ukraina, bekerja dengan para misionaris urusan kemasyarakatan dan pemimpin imamat lokal untuk mengembangkan hubungan di antara Gereja dan masyarakat. “Banyak orang salah paham dan salah informasi mengenai Gereja,” ujar Sister Serdyuk. “Sebagai spesialis urusan kemasyarakatan yang bekerja dengan para pemimpin Gereja, kami berusaha mengubah persepsi itu melalui bekerja dengan pemimpin terkemuka, media, dan masyarakat umum. Upaya urusan kemasyarakatan yang berhasil menciptakan atmosfir dimana orang-orang yang berpengaruh dapat membantu Gereja mencapai tujuannya sementara kami membantu mereka juga mencapai gol-gol mereka.” Di Zhytomyr, Ukraina, para anggota Gereja berperan serta dalam sebuah resepsi yang dipimpin oleh walikota, Olexander Mikolayovich Bochkovskiy, untuk mengenali proyek kemanusiaan Gereja yang menyediakan peralatan yang banyak dibutuhkan untuk tujuh sekolah di seluruh kota. Juga disebutkan adalah upaya pelayanan masyarakat dari para anggota Gereja di Taman Gagarin, yang diadakan pada April dan Oktober 2011. Presiden cabang Zhytomyr, Alexander Davydov, mewakili Gereja dan mengakui penghargaan kota itu. Rencana Acara Selain media dan hubungan masyarakat, kesempatan urusan masyarakat lainnya datang dari merencanakan dan memandu acara, ungkap Daniel dan Rebecca Mehr, yang belum lama berselang merampungkan misi urusan kemasyarakatan di Area Karibia. “Mengajak para anggota untuk mendidik teman-teman mereka melalui kegiatan umum, seperti acara kebudayaan, santap malam, proyek pelayanan, atau kegiatan lainnya, dapat sangat efektif untuk membangun hubungan,” tutur Sister Mehr. Tetapi, Brother Mehr memperingatkan bahwa salah satu kesalahan terbesar yang spesialis urusan kemasyarakatan dapat buat adalah “mulai merencanakan kegiatan tanpa memikirkan kebutuhan masyarakat dan tanpa berembuk dengan pemimpin imamat.” Elder dan Sister Mehr percaya bahwa sebuah rencana tahunan yang mencerminkan arahan pemimpin pasak dan lingkungan merupakan satu cara untuk membantu memandu rencana acara dari awal. Untuk membangun rencana tahunan semacam itu, Sister Mehr merekomendasikan mengoordinasi acara dengan menggunakan proses rencana empat langkah yang berfokus pada hasil strategi dan terikat dengan kebutuhan masyarakat serta tujuan imamat lokal Apa kebutuhan terbesar dalam masyarakat kita? Apa masalah-masalah di area kita yang memengaruhi kemajuan Gereja, secara positif atau negatif? Siapa pemimpin dalam masyarakat yang dengannya kita dapat bermitra untuk memenuhi kebutuhan serta mengatasi masalah? Bagaimana kita dapat memprakarsai atau melanjutkan hubungan dengan para pemimpin ini? Dengan dijawabnya pertanyaan-pertanyaan ini, para pemimpin dan dewan urusan kemasyarakatan dapat menghindari menciptakan “kegiatan untuk kepentingan kegiatan,” Sister Mehr bertutur. Alih-alih dewan dapat merencanakan dan melaksanakan acara-acara yang dapat membangun kepercayaan di antara masyarakat dan pemimpin imamat. Acara ini juga memberi anggota Gereja dan anggota masyarakat suatu perubahan untuk berinteraksi dan membangun pertemanan. Di Republik Dominika tahun 2010, sebagai contoh, para pemimpin imamat, dan dewan urusan kemasyarakatan bekerja sama pada sebuah acara yang menyoroti upaya Uluran Tangan Mormon. Brother dan Sister Mehr mengundang sejumlah pemimpin bangsa yang mereka ajak kerja sama. “Banyak individu terkemuka yang mewakili banyak lembaga dan organisasi hadir,” kenang brother Mehr, menambahkan bahwa Presidensi Area Gereja juga datang. “Acaranya sangat berhasil,” dia melaporkan. “Terlebih lagi, kami mendapati walikota dan organisasi-organisasi kota meminta bantuan kami dalam beberapa jenis pekerjaan pembersihan. Selain itu, banyak organisasi mengembangkan opini yang baik terhadap Gereja.” Sementara melibatkan arahan imamat penting untuk sebuah perencanaan acara yang berhasil, itu bukan satu-satunya pertimbangan yang dibuat. Kathy Marler melayani sebagai dewan urusan kemasyarakatan multipasak di San Diego, Kalifornia, AS. Salah satu temannya dari kepercayaan lain mengatakan bahwa Orang-Orang Suci Zaman Akhir luar biasa dalam mengundang orang lain ke kegiatan yang disponsori Gereja namun sering gagal untuk berkolaborasi dengan orang lain dalam acara gereja lainnya. Sister Marler ingat temannya mengatakan, “Anda hanya meminta orang-orang untuk datang. Akan luar biasa jika Anda mau menanyakan kepada kami apakah kami memerlukan bantuan. Jawabannya pastilah ya.” Dengan mengenali kebutuhan orang lain, ujar Sister Marler, dewan urusan kemasyarakatan terkadang dapat membantu masyarakat lebih dari yang dapat mereka lakukan dalam memandu acara-acara mereka sendiri. Krisis Komunikasi dan Manajemen Meskipun kebanyakan urusan kemasyarakatan terjadi dalam situasi kehidupan masyarakat setiap hari, itu juga dapat membantu mempersiapkan pasak, negara, atau area Gereja menangani keadaan darurat, sebagaimana yang terjadi tahun lalu di Jepang. Saat Uskup Gary E. Stevenson, Uskup Ketua, menjabat sebagai Presiden Area Asia Utara, dia menyaksikan bagaimana gempa bumi tahun 2011 mengubah sikap media. “Gempa bumi dan tsunami memfokuskan mata dunia dan seluruh Jepang pada garis pantai di bagian timur laut yang hancur-luluh.” Uskup Stevenson mengatakan bahwa bencana itu menciptakan “tingkat minat yang tinggi” dalam bantuan kemanusiaan dan kegiatan sukarelawan yang ditawarkan ke Jepang, termasuk yang diberikan oleh Gereja. Selama hari-hari tsunami, Gereja mulai menyediakan bahan-bahan kebutuhan kepada para anggota yang terkena bencana dan juga nonanggota. “Media domestik dan internasional mulai mengikuti setiap alur cerita” ungkap Uskup Stevenson. Dengan Gereja menyediakan lebih dari 250 ton perlengkapan bantuan kemanusiaan dan menyediakan bantuan lebih dari sukarelawan yang memberikan lebih dari jam pelayanan, upaya bantuan sering menarik perhatian para pemimpin pemerintahan lokal, Uskup Stevenson bertutur. Di negara dimana kurang dari dua persen penduduk mengakui diri mereka sebagai Kristen, beberapa dari pemimpin tersebut ingin tahu lebih banyak mengenai peran Gereja dalam upaya itu. Keingintahuan itu, ujarnya, menyediakan kesempatan bagi spesialis urusan kemasyarakatan tidak saja membantu mereka yang benar-benar membutuhkan namun juga menjembatani pemahaman pada saat yang sama. Sebagai contoh, minggu setelah tsunami menerjang Jepang, seorang reporter menulis “Satu-satunya hal yang menyaingi kemampuan Gereja Mormon untuk menyebarkan berita adalah kemampuannya untuk mengatasi keadaan darurat. … Gereja tidak hanya berfokus pada kawanannya sendiri.”1 Laporan berita yang positif ini dimungkinkan karena bertahun-tahun membangun hubungan. Conan dan Cindy Grames, yang mulai melayani sebagai wakil urusan kemasyarakatan untuk Area Asia Utara pada Agustus 2010, mengatakan bahwa “dewan urusan kemasyarakatan di Jepang telah bekerja bertahun-tahun dengan para pemimpin utama di seluruh negara. Pertemanan ini membuka pintu bagi agen-agen lokal, yang kemudian bersedia untuk menerima bantuan kami.” Elder Yasuo Niiyama, yang melayani dengan istrinya sebagai direktur dewan urusan kemasyarakatan Gereja di Jepang, menegaskan bahwa “bahkan pemimpin pemerintah nasional Jepang memahami betapa efektifnya Gereja dan betapa cepat kita dapat maju untuk menyediakan bantuan.” Contohnya ketika para pemimpin di Jepang menghargai bantuan tepat waktu Gereja adalah ketika pemimpin imamat lokal mengidentifikasi sebuah tempat penampungan pengungsi yang meluap didirikan di sebuah sekolah di daerah terpencil. Bersama-sama dengan dewan urusan kemasyarakatan dan manajer kesejahteraan Gereja lokal, para pemimpin imamat mengatur makanan dan perlengkapan bantuan lainnya untuk dikirimkan ke penampungan, yang menampung kira-kira 270 korban tsunami yang diungsikan. Meskipun mereka yang berada di tempat penampungan sungguh-sungguh terkejut menerima bantuan dari gereja Kristen, saat kedua kali para sukarelawan Uluran Tangan Mormon datang, mengenakan rompi kuning mereka, seorang anak berteriak, “Mereka datang! Saya bertanya-tanya apa yang mereka bawa kali ini!” Setelah menerima sumbangan, koordinator tempat penampungan memberi tahu Elder dan Sister Grames, “Gereja Anda memberi kami daging dan sayur-mayur segar pertama yang kami miliki setelah gempa bumi.” “Senang rasanya,” ujar Sister Grames, “dapat benar-benar mengulurkan tangan tidak saja untuk tempat penampungan namun juga untuk para pemimpin imamat yang berusaha begitu keras untuk menjangkau mereka yang membutuhkan.” Elder Niiyama menjelaskan hasil positif lainnya dari upaya dewan, “Kami mendapati bahwa membagikan informasi mengenai pekerjaan bantuan Gereja kepada para anggota juga pemimpin terkemuka di luar sangatlah penting untuk tujuan urusan kemasyarakatan kita. Saya merasa orang-orang di luar Gereja sekarang memiliki citra yang lebih baik terhadap Gereja dan para anggota lebih yakin akan kekuatan Gereja di Jepang.” Urusan Kemasyarakatan Adalah Alat bagi Kepemimpinan Imamat Lokal Sebagai bagian penting dari sebuah organisasi yang mendunia, para pemimpin imamat dapat mengambil manfaat dari dewan urusan kemasyarakatan yang mengetahui keadaan lokal dan mampu membantu melayani kebutuhan masyarakat. Sister Serdyuk, di Ukraina, menuturkan, “Adalah bermanfaat untuk melihat seberapa baik para pemimpin imamat telah mengajak urusan kemasyarakatan sebagai alat dalam mencapai tujuan keimamatan mereka. Satu contoh semacam itu adalah melakukan pelayanan masyarakat melalui upaya Uluran Tangan Mormon, yang telah mengembangkan persatuan di antara para anggota di cabang dan lingkungan dan juga membantu membangun suatu hubungan yang lebih erat di antara Gereja dan masyarakat lokal.”
1 Sejarah Singkat Hidup dan Pendidikan Martin Luther. Martin Luther berasal dari sebuah keluarga petani di negeri Thuringen, di Jerman. Dia memiliki seorang ayah yang bernama Hans Luther yang memiliki pekerjaan sebagai pencebak atau penggali di tambang tembaga dekat Eisleben.[1] Di Eisleben inilah, lahir seorang anak laki-laki untuk Hans
15 Kegiatan praksis dari teologi sosial sudah dilaksanakan tidak hanya dalam kehidupan jemaat pertama tetapi sebelum penyaliban Yesus. Teologi sosial ini telah dikembangkan pada saat Yesus mengembara bersama para murid-Nya. Berdasarkan hal ini, praksis teologi sosial kemudian terus dikembangkan secara teratur dan sistematis oleh gereja, sehingga hal itu dirangkum dalam tri tugas gereja yakni marturia bersaksi, koinonia bersekutu, dan diakonia melayani. 4 Tetapi praksis teologi sosial ini biasanya hanya menyentuh pelayanan manusia terhadap sesamanya manusia. Semua arah pelayanan gereja hanya ditujukan kepada sesama manusia antroposentris dan Allah teosentris. Karena itu satu kesadaran baru telah muncul dan berkembang pesat dalam cakrawala berpikir manusia, yakni bahwa lingkungan hidup atau ekologi dan alam ciptaan merupakan bagian yang utuh dalam risalah-risalah teologis, pemahaman dan penghayatan kerohanian umat manusia 5 sehingga gereja sebagai salah satu lembaga sosial dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Gereja sebagai Lembaga Sosial Gereja adalah persekutuan orang-orang yang percaya kepada Kristus. Gereja memiliki lima model dalam melaksanakan tugas panggilannya. Dua dari lima itu adalah gereja dilihat sebagai institusi dan gereja sebagai pewarta. Gereja sebagai institusi merupakan pemahaman bahwa gereja dipandang sebagai suatu masyarakat yang cenderung untuk mengutamakan struktur kepemimpinan sebagai elemen formal dalam masyarakat. Pada dasarnya, pandangan ini mau menekankan aspek gereja sebagai sebuah lembaga yang di dalamnya ada struktur organisasi yang jelas dalam pembagian tugas dan kewajiban. Tugas dan tanggung jawab itu adalah untuk 4 Eka Darmaputera via Soegeng Hardiyanto, Pergumulan dalam pengharapan Teologi Sosial dan Gerakan Keesaan. BPK Gunung Mulia. 1999Jakarta, 132. 5 Amatus Woi, Menyapa Bumi, Menyembah Hyang Ilahi Tinjauan Teologis atas Lingkungan Hidup. Kanisius. 2008Yogyakarta, 13. 16 mengajar, menguduskan dan memimpin. Ketiga fungsi ini, merupakan pengarah bagi gereja khususnya orang-orang yang mendapatkan jabatan gerejawi untuk melakukan tugas itu dalam rangka mewujudkan kasih Tuhan di tengah-tengah kehidupan gereja. Penekanan penting dalam menjalankan tugas itu adalah melayani yakni menyalurkan ajaran dan rahmat Kristus sendiri. 6 Karena itulah, maka penting juga untuk melihat model gereja sebagai pewarta. Gereja sebagai pewarta menekankan pada SabdaFirman Tuhan. Menurut model ini, gereja dikumpulkan dan dibentuk oleh Sabda Allah. Misi gereja adalah mewartakan apa yang sudah didengar, diimani dan yang sudah diserahkan kepadanya untuk diwartakan. 7 Dalam tugasnya sebagai pewarta kebenaran, gereja tidak hanya menyentuh dan memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan iman saja, tetapi gereja juga memiliki hak dan kewajiban untuk bersuara dengan penuh wewenang atas masalah-masalah sosial, ekonomi dan sebagainya. Sebab bagaimana pun juga, gereja hidup di tengah-tengah masyarakat dengan persoalan sosial yang kompleks. 8 Dengan kenyataan seperti yang telah dijelaskan tersebut maka, ada beberapa alasan mengapa gereja melakukan intervensi terhadap masalah-masalah sosial yang terjadi, antara lain 9 1 Masalah-masalah sosial pada umumnya tidak dapat dirumuskan semata-mata dari segi teknis kenyataan-kenyataan sosial, ekonomi dan politik. Di dalamnya juga termuat masalah moral dan etika. Karena itu, iman Kristen diharapkan dapat menerangi suara hati dan memungkinkan orang Kristen untuk memenuhi kewajibannya dalam konteks historis tertentu dengan tetap memiliki keterbukaan terhadap yang transenden. 2 Masalah-masalah sosial pada umumnya kerap kali berasal dari kecenderungan manusia untuk mementingkan dirinya atau dalam istilah teologis, keberdosaan manusia. 6 Avery Dulles, Model-model Gereja. Nusa Indah. 1990Yogyakarta, 34-35. 7 Ibid., 73. 8 Ricardo Antoncich, Iman dan Keadilan Ajaran Sosial Gereja dan Praksis Sosial Iman. Kanisius. 1990Semarang, 17. 9 Ibid., 18. 17 Ketidakadilan sosial sebagaimana yang terjadi dalam bentuk jurang kaya-miskin, pemerasan manusia atas sesamanya, pengangguran, kemiskinan, perkosaan hak-hak kaum miskin, dan sebagainya. Ketidakadilan sosial ini juga yang dirasakan oleh lingkungan hidup. Hal ini terbukti dari perilaku manusia yang mengekploitasi lingkungan secara besar-besaran sehingga menimbulkan banyak masalah. Semua perilaku ini merupakan ungkapan dari situasi-situasi keberdosaan manusia. 3 Gereja prihatin terhadap akibat-akibat dari permasalahan sosial itu karena kondisi-kondisi hidup yang tidak layak merupakan kendala bagi keselamatan manusia. 4 Ajaran gereja tentang permasalahan sosial dan tanggapan umat Kristen terhadapnya merupakan bagian dari pandangan hidup Kristen. Namun, meskipun gereja berusaha untuk terlibat dalam melihat masalah-masalah sosial yang terjadi, tetapi bukan berarti bahwa keberadaan gereja menyediakan obat manjur untuk menyembuhkan penyakit atau luka-luka sosial yang ada. Ajaran sosial gereja bukanlah ideologi atau pun analisis sosial ilmiah, meski pun di dalamnya termuat analisis-analisis yang tajam atas masyarakat, negara dan manusia. Tugas gereja sebagai salah satu lembaga sosial adalah untuk memberikan tanggapan iman dan memberikan pengarahan tindakan iman bagi umat Kristiani dalam menghadapi masalah-masalah sosial yang ada, 10 termasuk di dalamnya masalah lingkungan hidup. Karena gereja merupakan bagian integral dari lembaga-lembaga sosial yang ada dan turut ambil bagian dalam tugas itu sehingga gereja memiliki kaitan yang erat dengan lembaga sosial lain dan sangat penting untuk menjalin kerja sama. Bahkan gereja juga perlu belajar dari lembaga sosial lainnya, dalam rangka mewujudkan terang kasih Tuhan ditengah- tengah kehidupan seluruh ciptaan melalui tindakan nyata praksis sebagai proses belajar seumur 10 Ricardo Antoncich, Iman dan Keadilan Ajaran Sosial Gereja dan Praksis Sosial Iman. 19. 18 hidup yang terintegrasi. Bagaimana pun juga, ketika gereja ingin terlibat dalam melihat dan merespon masalah-masalah sosial yang terjadi salah satunya masalah linkungan hidup, gereja sendiri perlu memperhatikan pertimbangan etis dari etika lingkungan, agar hal itu juga dapat memperlengkapi gereja lebih lagi dalam melaksanakan perannya tersebut. Etika Lingkungan
MenurutPara Ahli. Para ahli juga membagikan definisi mengenai organisasi yang bisa disimak selengkapnya berikut ini. 1. J. William Schulze. Schulze menyatakan pendapatnya mengenai definisi organisasi, yaitu gabungan dari orang-orang, alat perlengkapan, benda-benda, ruang kerja yang terkait satu sama lain, dan dihimpun secara efektif dan teratur sehingga bisa
SidangKlasis diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 5 ( lima) tahun, yaitu 1 (satu) tahun sesudah sidang Sinode Am dan 2. (dua) tahun sebelum sidang Sinode Am berikutnya dan diundang oleh Majelis Gereja jemaat penghimpun. 4. Setiap utusan wajib membawa surat kredensi dari Majelis Gereja yang mengutusnya. Adasekitar 707 gereja dan 181 monasteries yang mana salah satu gerejanya ada di Indonesia, saat itu Indonesia masih disebut sebagai wilayah India oleh bangsa barat. Gereja yang pertama ada di Indonesia adalah gereja Ortodoks, hal ini ditandai dengan corak gereja Nestorian di daerah Barus, Mandailing, Sumatera Utara. Namun di sisi lain, gereja juga adalah organisasi. Gereja ditata dengan aturan. Gereja dituntun oleh visi dan misi. Gereja juga mesti dibuat menjadi organisasi yang efektif, efisien, dan transformatif. Strategi dan program-programnya mesti terukur dan harus selalu dievaluasi. Demikian juga dengan para pelayannya.
Apaitu gereja. Isi kandungan. Definisi ini dapat dilihat di satu pihak, sebagai sekumpulan umat yang datang bersama-sama untuk kepercayaan agama yang sama dan berkumpul untuk merayakan ajaran mereka. Dan di sisi lain, sebagai infrastruktur atau bangunan yang dibuat untuk menguduskan Tuhan dan mendedikasikan ibadah kepadanya.
ttkN4Ay.
  • 27v67zipwo.pages.dev/290
  • 27v67zipwo.pages.dev/187
  • 27v67zipwo.pages.dev/242
  • 27v67zipwo.pages.dev/292
  • 27v67zipwo.pages.dev/76
  • 27v67zipwo.pages.dev/262
  • 27v67zipwo.pages.dev/74
  • 27v67zipwo.pages.dev/403
  • apakah gereja itu sama dengan organisasi lain di masyarakat